Pelajaran Lain Tentang Anak

Dari Abdullah bin Amir radhiallahu anhu dia berkata:
دَعَتْنِي أُمِّي يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فِي بَيْتِنَا فَقَالَتْ: هَا تَعَالَ أُعْطِيكَ! فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيهِ؟ قَالَتْ: أُعْطِيهِ تَمْرًا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ
“Suatu hari ibuku memanggilku, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah duduk di dalam rumah kami. Ibuku berkata, “Ayo kesini, aku akan memberikan sesuatu kepadamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bertanya kepadanya, “Apa yang akan engkau berikan kepadanya?” Ibuku menjawab, “Aku akan memberinya kurma.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Ketahuilah, seandainya kamu tidak memberikan sesuatu kepadanya, maka itu akan ditulis sebagai satu kedustaan atasmu.” (HR. Abu Daud no. 4991 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 478)
Allah Ta’ala berfirman tentang saudara-saudara Nabi Yusuf alaihissalam bahwa mereka berkata:
أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Izinkanlah dia (Yusuf) ikut bersama kami besok, agar dia bias bersenang-senang dan bermain-main, karena kami pasti akan menjaganya.” (QS. Yusuf: 12)
Aisyah radhiallahu anha berkata:
وَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ عَلَى بَابِ حُجْرَتِي وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ لِكَيْ أَنْظُرَ إِلَى لَعِبِهِمْ ثُمَّ يَقُومُ مِنْ أَجْلِي حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ. فَاقْدِرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ حَرِيصَةً عَلَى اللَّهْوِ
“Demi Allah, saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di dalam masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menutupiku dengan kainnya agar aku dapat melihat permainan mereka. Kemudian beliau berdiri (agar aku lebih leluasa melihat), sampai saya sendiri yang berhenti (setelah bosan) melihatnya. Karena itu, berilah keleluasaan kepada anak-anak wanita untuk bermain.” (HR. Al-Bukhari no. 549 dan Muslim no. 1481)

Penjelasan ringkas:
Di antara metode pendidikan anak yang paling jitu adalah metode pendidikan dengan menjadi contoh dalam setiap perkara yang akan diajarkan kepada anak-anak. Karenanya jika kita menghendaki anak menjadi anak yang jujur maka jangan sekali-kali berdusta kepadanya, karena kedustaan kepadanya -apalagi jika sampai berulang- akan menyebabkan anak meyakini bolehnya atau menganggap baik yang namanya berdusta. Padahal kedustaan termasuk dari dosa-dosa yang paling besar, walaupun kedustaan itu ditujukan kepada anak kecil. Jika seseorang ingin agar anaknya kelak bisa menjadi orang yang berilmu maka jangan dia menampakkan kepada anaknya sikap malas dalam menghadiri majelis taklim atau malas dalam menuntut ilmu agama. Jika dia menghendaki anaknya kelak bisa berpakaian yang islami maka hendaknya dia sendiri jangan berpakaian yang tidak islami, dan demikian seterusnya. Betapa banyak orang tua yang menghendaki agar anaknya menjadi orang yang berilmu sementara dia sendiri tidak menampakkan kecintaan dia kepada majelis-majelis ilmu. Betapa banyak orang tua yang menghendaki agar anaknya berbakti kepadanya sementara dia sendiri adalah orang yang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya.

Pelajaran lain berkenaan dengan pendidikan anak-anak baik adalah hendaknya orang tua atau yang mengasuh mereka memberikan toleransi yang besar kepada anak-anak dalam bermain atau dalam menyaksikan suatu permainan, selama permainan tersebut tidak memudharatkan dunia dan agamanya. Hal itu karena jiwa anak-anak belum terbiasa untuk serius dan berpikir keras, karenanya hendaknya mereka diberikan keluasan dalam bersenang-senang (me time), tapi tentunya tetap dalam pengawasan dan bimbingan orang tua agar mereka tidak melampui batas dalam permainan sehingga bisa memudharatkan diri mereka dan agar mereka tidak bersenang-senang dengan amalan yang dilarang oleh syariat yang bisa memudharatkan sisi keagamaan mereka kelak. Pada dalil-dalil di atas terdapat pelajaran yang baik bagi setiap orang tua, bagaimana ayah Nabi Yusuf alaihissalam memberikan waktu kepada anak-anaknya untuk bermain dan bersenang-senang. Demikian pula Nabi shallallahu alaihi wasallam memberikan kesempatan kepada Aisyah radhiallahu anha -yang ketika itu masih kecil- untuk menyaksikan permainan para sahabat, dan beliau tidak menyuruhnya berhenti sampai Aisyah sendiri yang merasa bosan melihatnya.

Pelajaran lain yang bisa dipetik dari dalil-dalil di atas:
1.    Bolehnya mengadakan permainan di dalam masjid selama tidak disertai dengan teriakan yang tinggi dan tidak mengotori masjid.
2.    Bolehnya bermain tombak selama tidak memudharatkan.
3.    Disunnahkan mengadakan permainan di hari raya, karena kejadian dalam hadits Aisyah di atas terjadi pada hari raya.
4.    Tidak ada dalil dari hadits Aisyah bagi yang membolehkan wanita memandang kepada lelaki yang bukan mahramnya. Hal itu karena Aisyah melihat para sahabat itu dari jauh itupun dari balik kain, dan sudah dimaklumi jika demikian keadaan maka Aisyah tidaklah bisa melihat wajah-wajah mereka akan tetapi hanya melihat gerakan-gerakan mereka dengan tombak. Demikian jawaban secara ringkas, adapun jawaban detailnya insya Allah akan datang pada tempatnya.
5.    Dalam masalah toleransi dalam permainan, anak-anak wanita dalam hal ini sama dengan anak laki-laki.

Leave a comment